Indonesia mempunyai sejarah yang penuh dengan ulama luar biasa.
Soekarno, dalam surat menyuratnya dengan A. Hassan, suatu ketika pernah mengritik kesalahan ulama dalam kaitannya tentang sejarah. Menurut Soekarno dalam suratnya yang ia kirim dari tempat pembuangannya di Endeh, kemampuan ulama menulis, terlebih lagi menulis sejarah, sangatlah kurang dan lemah.
“Umumnya kita punja kjai-kjai dan kita punya ulama-ulama tak ada sedikitpun feeling kepada sedjarah, ja, boleh saja katakan kebanjakan tak mengetahui sedikitpun dari sedjarah itu. Mereka punya minat hanjua menudju kepada “agama chususi” sahaja, dan dari agama chususi ini, terutama sekali bagian fiqh. Sedjarah, apalagi bagian “jang lebih dalam”, jakni yang mempeladjari “kekuatan-kekuatan masjarakat” yang “menjebabkan” kemadjuannja atau kemundurannja sesuatu bangsa,— sedjarah disini sama sekali tidak menarik mereka punja perhatian. Padahal, disini, disinilah pada penjelidikan maha-maha-penting. Apa sebab mundur? Apa “sebab” bangsa ini di zaman ini begitu? Inilah pertanjaan-pertanjaan jang maha penting jang harus berputar terus menerus didalam kita punja ingatan, kalau kita mempeladjari naik turunnja sedjarah itu.